Rabu, 04 November 2015

ilmu musthalahul hadith



        Ilmu Musthalahul Hadith

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar

Dosen Pengampu:
Aunur Rafiq, Ph.D 



Hasil gambar untuk logo uin malang




oleh
UMI FATMAYANTI
NIM. 14761018

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan kepada zaman yang berisi ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
            Penulis mengajukan makalah ini guna menyelesaikan tugas mandiri yang di berikan oleh dosen mata kuliah Ilmu Hadith, bapak Aunur Rafiq, Ph.D dan agar kalangan intelektual terutama mahasiswa sebagai calon pengganti pemimpin bangsa di masa mendatang dapat memahami hadith-hadith yang shahih dan kedudukannya dalam hukum sehingga dapat menerapkan disekolah
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan pihak perpustakaan yang telah meminjamkan berbagai buku mengenai tema yang penulis angkat sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan pada waktunya.
            Penulis juga mohon maaf kepada semua pihak, apabila masih banyak terdapat kesalahan dalam penyelesaian makalah ini. Karena penulis juga masih dalam proses belajar dan masih membutuhkan bimbingan dalam penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Batu, 03 Juni 2015
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  Penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................        i
Daftar Isi...........................................................................................................       ii
Bab I  : Pendahuluan........................................................................................        1
A.    Latar Belakang masalah........................................................................        1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................       1
C.     Tujuan Penulisan...................................................................................       2
Bab II : Pembahasan.........................................................................................       3
A.    Pengertian Ilmu Musthalah Hadith.......................................................       3
1. Ilmu Hadith Riwayah..................................................................     4
2. Ilmu Hadith Dirayah...................................................................     4
B.     Periodesasi Perkembangan Ilmu Hadith...............................................       6
C.     Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadith.........................................................        8 
Bab III: Penutup...............................................................................................      13
A.    Kesimpulan...........................................................................................     14
Daftar Pustaka .................................................................................................     16

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Dalam mengamalkan hadith yang telah ada sejak masa Rasulullah tidaklah mudah karena banyak usaha-usaha pemalsuan hadith yang dilakukan dari masa ke masa demi untuk kepentingan pribadi kelompok atau untuk menyesatkan umat islam sendiri. Ketika kita mengkaji suatu hadith maka kita tak terlepas untuk mempertanyakan kedudukan hadith tersebut shahih atau tidak, maqbul atau mardud,kita akan terdorong untuk menemukan kedudukan hadith tersebut namun untuk mengetahui kedudukan hadith tersebut diperlukan sebuah ilmu yang disebut dengan ilmu hadits atau ilmu musthalah hadith.
Ilmu musthalah hadith atau ilmu hadith sendiri telah muncul sejak adanya usaha pengumpulan hadits oleh masing-masing penulis hadith dan telah melalui beberapa periode hingga sekarang yang dilatar belakangi oleh adanya dorongan agama yang Allah wajibkan untuk mentaati rasulnya, meskipun sekarang rasul tidak ada lagi kita wajib mentaati rasul dengan cara mengamalkan dan mematuhi perintahnya yang terdapat dalam hadith.
Seiring berjalannya waktu ilmu musthalah hadith telah mengalami beberapa periode mulai pembentukan, pematangan, statis hingga akhirnya bangkit kembali sampai sekarang ditandai dengan munculnya teori-teori pendukung yang dibangun oleh orientalis.    

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis bermaksud untuk membahas berbagai masalah yang tercantum dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Apakah yang dimaksud dengan ilmu musthalah hadith?
2.        Bagaimanakah sejarah perkembangan ilmu musthalah hadith yang meliputi;
a.       Periode penghimpunan
b.      Penyusunan secara menyeluruh
c.       Periode pematangan
d.      Penyempurnaan ulumul hadith
3.        Bagaimanakah perkembangan ulumul hadith pada periode statis?

C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah inif adalah sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui ilmu musthalah hadith?
2.        Untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu musthalah hadith yang meliputi;
a.       Periode penghimpunan
b.      Penyusunan secara menyeluruh
c.       Periode pematangan
d.      Penyempurnaan ulumul hadith
3.         Bagaimanakah perkembangan ulumul hadith pada periode statis?














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Ilmu Musthalah Hadith
 Sebelum kita mengetahui pengertian ilmu musthalah hadith maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang pengertian ilmu hadith. ilmu hadith merupakan kata serapan dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu “ilmu” dan “hadith”. Ilmu menurut bahasa adalah memahami sesuatu yakni ilmu itu diungkapkan untuk memahami totalitas berdasarkan dalil.
Hadith menurut bahasa adalah sesuatu yang baru. Sedangkan menurut ulama hadith adalah :
مَا أُضِيْفُ اِلَى النَّبِي صَلَّى االلّهَ عَلَيْهِ وَسَلّم مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أوْ وَصْفٍ خَلْقِيّ أَوْخُلُقِيّ
segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi saw. Baik ucapan perbuatan, ketetapan, sifat diri, atau sifat pribadinya.[1]
secara terminologi ulama mutaqoddimin merumuskan bahwa ilmu hadith adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadith sampai kepada rasulullah saw dari segi hal ihwal para perawinya yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
‘Izz Ad-Din Bin Jama’ah mengatakan bahwa ilmu hadith ialah ilmu yang membahas tentang ketentuan atau kaidah untuk mengetahui menjadi pokok pembahasan dan ilmu ini ialah sanad dan matan.
Defenisi ilmu hadith seperti diatas dikemukakan oleh para ulama mutaqaddim, yang pada perkembangan berikutnya menjadi defenisi untuk salah satu bagian dari ilmu hadith. Hal ini seperti dikatakan As-Suyuti, para ulama mutaakhirin memakai defenisi tersebut untuk defenisi ilmu dirayah al-hadith (ilmu hadith dirayah) sebagai bagian hadith (ilmu hadith riwayah). Pembagian ilmu hadith menjadi bagian ini dikemukakan oleh para ulama mutaakhirin, dengan pembahasan masing-masing seperti berikut ini:

1.      Ilmu Hadith Riwayah
Kata riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadith riwayah artinya ilmu hadith berupa periwayaatan. Secara terminologi yang dimaksud ilmu hadith riwayah adalah
عِلْمُ الْحَدِيْثُ الْخَاصُ بِاالرِّواَيَةِ عِلْمٌ يَشْتَمِلُ عَلَى نَقْلِ أقْوَالِ النّبِى صَلَّى اللّهِ وَسَلَّمَ وَافْعالِهِ وَرِوَيَتِه وَضَبْتِه وَتَحْرِيْرِ الْفاظِهِ
Ilmu yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan nabi saw dan perbuatannya dan penguraian lafalnya.
Defenisi diatas mengacu pada rumusan hadith scara luas, sedangkan defenisi yang mengacu pada rumusan hadith yang terbatas atau sempit, maka defenisinya ialah ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada nabi saw. Semata.
Yang menjadi objek kajian ilmu hadith ini ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain memindahkan dan mentadwikan hadith. Dalam menyampaikan dan membukakan hadith hanya disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan hadith dari segi kualitasnya seperti tentang adalah (keadilan) sanad syadz (kejanggalan) dan illat (kecacatan) matan.
Adapun kegunaan mempelajari ilmu hadith ini adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari yang beredar pada umat islam bisa jadi bukan hanya dari hadith melainkan juga ada berita berita lain yang sumbernya dari nabi atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.

2.      Ilmu Hadith Dirayah
Istilah ilmu al-hadith atau disebut juga ilmu hadith dirayah al-hadith menurut As-Suyuthi, muncul setelah masa Al-Khathib Al-Bagdadi yaitu masa Ibnu Al-Akfani ilmu ini dikenal juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadith, ulama al-hadith, musthalah al-hadith dan qawa’id at-tahdith, bahkan ada yang menyebutnya dengan ilmu musthalah ahli a’tsar seperti dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani.
Dalam bahasa Indonesia istilah yang sudah baku ialah “ilmu hadith” istilah ini meskipun dengan memakai sebutan ilmu tunggal, akan tetapi dimaksudkan didalamya mencakup semua materi yang terkait tentu saja ilmu hadith riwayah tidak termasuk kedalamnya. Karena pembahasan tentang hadith (sebagai materi dari ilmu hadith riwayah ) sudah mempunyai sebutan tersendiri secara terpisah
Secara terminologi yang dimaksud denagn ilmu hadith dirayah sebagaimana yang didefenisikan oleh Muhammad Mahfuzh At-Tirmizi ialah
قَوَانِيْنٌ يَدْرِبِها أحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتَنَ
Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan.
Yang terkandung dalam pengertian diatas ialah segala ketentuan baik yang berkaitan dengan kualitas kesahihannya (shahih,hasan, dan dhoifnya hadit) sandarannya (marfu’,mauquf,dan maqthu’nya) serta menerima dan meriwayatkannya, maupun sifat-sifat dan mendefenisikan dengan ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan perawinya baik syarat-syaratnya, macam-macam hadith yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.[2]
Ilmu hadith dirayah adalah seperangkat kaidah yang digunakan untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain-lain. Objek dari hadits ilmu dirayah ini adalah perilaku perawi dan keadaan sesuatu diriwayatkan (sanad dan matan). Ilmu hadits dirayah ini juga bertujuan untuk melakukan standarisasi dan menetapkan diterima (maqbul) atau ditolaknya (mardud) suatu hadits untuk kemudian diambil yang maqbul dan meninggalkan yang mardud. Ilmu ini dalam perkembangannya mempunyai beberapa nama  diantaranya yang paling popular adalah ilmu musthalahal hadith Dalam perkembangannya ilmu inilah yang kemudian disebut ilmu hadith.
Para ulama hadith menamakan ilmu hadith dirayah ini dengan sebutan musthalah hadith,ulumul hadith dan ushulul hadith, itu karena dengan memperhatikan ilmu hadith dirayah ini dapat membuahkan beberapa ilmu.[3]
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa antara pengertian musthalah al-hadits dengan ilmu hadits adalah sama. Yakni digunakan untuk menamakan ilmu hadith dirayah, hanya dalam penggunaan penyebutannya atau penamaannya saja yang berbeda dikalangan ulama.

B.       Periodesasi Perkembangan Ilmu Hadith
Sejarah dan perkembangan ilmu hadith setidaknya dapat diklasifikasikan menjadi tujuh periodesasi yang dalam masing-masing periode tersebut ditandai dengan peristiwa tertentu. Menurut tim penyusun ulumul hadits periodesasi dimaksud adalah:
1.      Periode pembentukan (dawr al-nusyu’) periode ini bermula dari era sahabat hingga akhir abat ke -1 H. Adapun peristiwa sejarah yang menandai periode awal ini adalah seebagai berikut :
a.       Mulai dilakukan standarisasi metode periwayatan hadits
b.      Berkembangnya penelitian sanad dan rijal al-hadith seperti dilakukan oleh Ibn Abbas dan Anas Bin Malik, dari kalangan sahabat Sa’id Ibn Musayyab Al-Sya’bi dan Ibn Sirin dari kalangan tabiin
c.       Berkembang upaya-upaya pemalsuan hadits
d.      Muncul beragam istilah hadits seperti  marfuk, mauquf mursal maqthu dan sebagainya
2.      Periode penyempurnaan (dawr al-takamul) periode ini bermula dari abad ke-2 hingga awal abad ke-3 H. Adapun peristiwa yang menandai periode ini diantaranya adalah :
a.       Terjadinya penghimpunan hadith dan tumbuhnya beragam cabang ilmu hadith
b.      Semakin berkembangnya penelitian hadith
c.       Munculmya penulisan berbagai kaidah  ulumul al-hadits namun belum scara khusus pada kitab ulum al-hadith
3.      Periode penghimpuan ulumul hadith
Periode ini terjadi pada abad ke-3 H. hingga pertengahan abad ke-4 H. Adapun peristiwa sejarah yang menandai periode ini adalah
a.       Mulai ada upaya penghimpunan hadith-hadith shahih
b.      Sejumlah cabang ilmu hadith menjadi bidang- bidang disiplin pengetahuan yang mandiri
c.       Penghimpunan cabang ilmu hadith secara terpisah seperti ‘ilm ’ilal al-hadits dan ‘ilm tarikh rijal al-hadith
4.      Periode penyusunan dan penghimpunan ilmu mustahalah al-hadith kedalam kitab-kitab khusus periode ini terjadi pada pertengahan abad ke-4 higga pertengahan abad ke-7 H. adapun peristiwa sejarah yang menandai diantaranya adalah :
a.       Penghimpunan ulumul hadith secara khusus dan diberi catatan dan penjelasan
b.      Pelopornya adalah Abu Muhammad Al-Hasan Al-Ramahurmuzi dengan menulis kitab yang diberi title al-muhaddis al-fashil bayn al-rawi wa al wa’i
5.      Periode pematangan dan penyempurnaan   
Periode ini terjadi pada pertengahan abad ke-7 H. dan berlangsung hingga abad ke-10 H. sedangkan peristiwa yang menandai diantaranya:
a.       Merupakan periode puncak ilmu hadith
b.      Diantara tokoh penggerak periode ini adalah Ibn Shalah yang menulis dalam salah satu kitabnya yang sangat monumental, ulum al-hadith yang kemudian popular yang lebih dikenal dengan nama muqaddimah ibn shalah
6.      Periode statis ('ashr al rukud wa al- jumud). Periode yang berlangsung sejak abad ke-10 hingga pertengan abad ke-14, ini ditanda dengan peristiwa sejarah diantaranya :
a.       Terhentinya ijtihad dan perkembangan ilmu hadith
b.      Penyusunan ulang ulum al-hadits dalam bentuk ulasan dan komentar (syarah)
7.      Periode kebangkitan kembali
Periode ini terjadi pada pertengahan abad ke 14 H hingga sekarang, diantaranya ditandai dengan hal-hal berikut:
a.       Munculnya sejumlah orientalis yang memiliki concern terhadap hadith dengan membangun teori-teori yang mendukungnya
b.      Adanya berbagai pembelaan para ulama hadith atas upaya-upaya dekonstruksi hadith yang telah dilakukan oleh para orientalis melalui teori-teori yang  dibangunnya
c.       Munculnya beragam kajian dan studi melalui berbagai pendekatan, baik pendekatan yang berasal dari ilmu hadits secara genuine maupun pendekatan yang berasal dari disiplin keilmuan diluar ilmu hadits, terutama pendekatan ilmu-ilmu modern yang digunakan untuk memahami makna hadits sehingga diharapkan mampu menjelaskan dan mendialogkan hadits dengan persoalan yang terjadi diera modern.[4]

C.      Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadith
1.      Hadith
Hadith menurut bahasa adalah sesuatu yang baharu, Sesuatu yang baru terjadi dan juga berarti berita, sebagian ulama hadith berpendapat bahwa hadith hanya terbatas pada perkataan, perbuatan saja sedang persetujuan tidak termasuk hadith karena keduanya merupakan ucapan dan perbuatan  sahabat. menurut ulama ushul fiqh hadith mereka adalah sunnah qawliyah dan digunakan untuk Sesuatu yang disandarkan kepada Alah yang dikenal dengan hadith qudsi
2.      Sunnah
Sunnah menurut ulama hadith sangat luas mencakup segala aspek kehidupan nabi semejak lahir hingga wafat, setelah diangkat menjadi nabi maupun sebelum dan mengandung hukum syara’ maupun tidak
3.      Khabar
Khabar adalah segala sesuatu yang berasal dari bukan nabi
4.      Atsar
    Atsar menurut ulama digunakan untuk menujukkan hadith yang berasal dari nabi (marfu’), sahabat (mawaquf), dan tabiin (maqhtu)[5]
5.      Rawi
     Ialah subyek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan hadith, yakni orang yang menerima, memelihara dan menyampaikan hadith dengan menyertakan sandaran periwayatan
6.    Sanad
Sanad atau thariq ialah jalan yang menghubungkan matan hadith kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Sanad ialah sandaran hadith yakni referensi atau sumber yang memberitakan hadith, yakni rangkaian para perawi keseluruhan yang meriwayatkan suatu hadith. Contohnya untuk hadith yang tercantum pada kitab sahih muslim, sanad (sandaran) bagi muslim adalah gurunya (syaikh) sanad bagi gurunya adalah gurunya pula, begitu selanjutnya sampai kepada sahabat sebagai sanad terakhir dan merupakan rawi pertama atau asal sanad. Jadi sanad adalah rangkaian para rawi yang menjadi sumber pemberitaan hadith
7.    Matan
     Matan ialah rangkaian berita yakni lafadz (teks) hadithnya berupa perkataan perbuatan atau taqrir baik yang diidofakan kepada nabi SAW, sahabat atau tabi’in yang letaknya pada penghujung hadith suatu sanad.[6]
8.    Al-Hafidzh
Ialah orang yang hafal 100.000 hadith.
9.    Al-Hujjah
Ialah orang yang hafal 300.000 hadith beserta sanad-sanadnya.
10.   Al-Muhaddith
Ialah orang yang hafal banyak sekali hadith dan ilmu tentang adil serta cacatnya perawi.
11.                          Al-Hakim
Ialah orang yang meliputi segala hadith beserta ilmu-ilmunya.[7]
12.   Dhabit
Dhabit ialah orang yang mendengarkan riwayat sebagaimana seharusnya, dia memahaminya dengan pemahaman yang mendetail kemudian dia menghafalnya dengan sempurna, dan dia meyakini kemampuan yang demikian itu, sedikitnya mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai dia menyampaikan riwayat tersebut kepada  orang lain.[8]
13.   Tsiqah
Tsiqah yakni sifat yang dapat di percaya yang harus dimiliki oleh seorang perawi.[9]
14.   Mukharrij
Mukharrij ialah orang yang menukil/mencatat hadith pada kitanya
15.   Shahih
Shahih berarti benar, sah, sempurna tiada celanya yang memiliki syarat-syarat; sanadnya bersambung, perawinya bersifat adil, periwayatannya bersifat dhabit tidak syadz, dan tidak berillat.
16.   Adil
Adil berarti lurus, tidak memihak, tidak zalim, tidak menyimpang, tulus dan jujur tingkah lakunya. Yang dimaksud dengan perawi yang adil ialah selain islam dan baligh perawi juga  harus memenuhi syarat diantaranya; senantiasa melaksanakan perintah agama, dan meninggalkan semua larangan agama, senantiasa menjauhi perbuatan dosa kecil dan senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai muruah.
17.   Syadz (janggal)
Syadz adalah hadith yang matannya bertentangan dengan hadith yang lain yang lebih kuat atau lebih tsiqah.
18.   Illat (cacat)
Illat berarti suatu sebab tersembunyi atau samar-samar yang karenanya dapat merusak kesahihan hadith tersebut.[10]
19.   Mutawatir
            Menurut etimologi berarti “beriring-iringan.” Sedang hadith mutawatir menurut terminologi ialah hadith yang diriwayatkan oleh segolongan rawi banyak, di mana materi hadith tersebut bersifat inderawi, yang menurut pertimbangan rasio, mereka mustahil melakukan konspirasi kebohongan, dan adanya segolongan rawi banyak itu terdapat di dalam semua thabaqahnya, jika terdiri dari beberapa thabaqah.[11]
20.   Hadith Ahad  
            Abdul Wahab Khallaf menyebutkan bahwa hadith ahad adalah hadith yang diriwayatkan oleh satu, dua orang, atau sejumlah orang, tetapi jumlahnya tidak mencapai jumlah perawi hadith mutawatir
21.   Hadith Masyhur
            Hadith masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ (sesuatu yang sudah tersebar dan populer). Menurut istilah, dalam buku ulumul hadis disebutkan bahwa hadith yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir[12]


22.   Hadith Shahih
Hadith shahih ialah hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada nabi Muhammad SAW, melalui rawi-rawi dengan karakteristik moral yang baik dan tingkat kapasitas intelektualnya tinggi tanpa ada kejanggalan dan cacat baik dalam matan maupun sanadnya
23.   Hadith Hasan
Hadith hasan yakni hadith yang telah diketahui sumbernya dan rawinya terkenal
24.   Hadith dhoif
Hadith dhoif adalah hadith yang tidak memenuhi kualifikasi hadith shahih maupun hasan
25.   Hadith Musnad
Hadith musnad yakni hadith yang sanadnya bersambung dari rawinya hingga akhir sanadnya
26.  Hadith Muttasil
Hadith muttasil ialah hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada nabi Muhammad saw baik hadith itu marfu’ kepada nabi maupun mauquf kepada selain nabi
27.   Hadith Marfu’
Hadith marfu’ adalah hadith yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW
28.   Hadith Mauquf
            Hadith mauquf  yakni hadith yang diriwayatkan dari seorang sahabat  baik berbentuk ucapan perilaku atau yang sejenisnya dari mereka
29.   Hadith Maqtu’
Hadith maqtu’ ialah hadith yang dimauqufkan pada seorang tabiin baik yang berupa ucapan maupun yang berbentuk tindakan
30.   Hadith Mursal
Hadith mursal yakni komentar seorang tabi’in senior yang disebutkan tabiin dalam komentarnya

31.   Hadith Mu’dlal
Hadith mu’dlal yakni hadith yang dua rawi atau lebih gugur dalam sanadnya
32.   Tadlis
Tadlis ialah seorang rawi meriwayatkan sebuah hadith yang tidak pernah diterimanya dari rawi lain yang semasa dengannya
33.   Hadith Munkar
Hadith mungkar yakni sebagai hadith tunggal yang matanya tidak diketahui dari jalur lain selain dari jalur rawi hadith itu sendiri
34.   Hadith Mu’alal
Hadith mu’alal merupakan kesalahan pengucapan. Hanya mereka yang punya daya hafal yang tinggi, pengalaman, dan pemahaman mendalam yang bisa mengkaji dengan baik pembahasan ini
35.   Hadith Mudltharib
Hadith mudltharib ialah hadith yang diriwayatkan dengan beberapa redaksi yang berbeda namun masing-masing redaksinya mempunyai kemiripan satu sama lain
36.   Hadith Maudlu’
Hadith maudlu’ adalah hadith bikinan yang dibuat orang lain selain nabi dan merupakan bentuk hadith dhof yang terburuk[13]







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
            Para ulama hadith tidak membedakan antara pengertian ilmu hadth dan musthalah al-hadith yakni pada intinya adalah ilmu yang membahas tentang Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan.maksudnya ialah segala ketentuan baik yang berkaitan dengan kualitas kesahihannya (shahih, hasan, dan dhoifnya hadith) sandarannya (marfu’, mauquf, dan maqthu’nya) serta menerima dan meriwayatkannya, maupun sifat-sifat dan mendefenisikan dengan ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan perawinya baik syarat-syaratnya, macam-macam hadith yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.
Tujuan mempelajari ilmu musthalah hadith atau ilmu hadith ialah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan matan serta penentuan standarisasi diterima atau tidaknya hadith tersebut
Periodesasi Perkembangan Ilmu Hadith
1.      Periode pembentukan (dawr al-nusyu’)
2.      Periode penyempurnaan
3.      Periode penghimpuan ulumul hadith
4.      Periode penyusunan dan penghimpunan ilmu mustahalah al-hadith kedalam kitab-kitab khusus
5.      Periode pematangan dan penyempurnaan   
6.      Periode statis ('ashr al rukud wa al- jumud).
7.      Periode kebangkitan kembali
Periode penghimpuan ulumul hadith ini terjadi pada abad ke-3 H. hingga pertengahan abad ke-4 H. Adapun peristiwa sejarah yang menandai periode ini adalah;
a.       Mulai ada upaya penghimpunan hadith-hadith shahih
b.      Sejumlah cabang ilmu hadith menjadi bidang- bidang disiplin pengetahuan yang mandiri
c.       Penghimpunan cabang ilmu hadith secara terpisah seperti ‘ilm ’ilal al-hadits dan ‘ilm tarikh rijal al-hadith
Periode penyusunan dan penghimpunan ilmu mustahalah al-hadith kedalam kitab-kitab khusus terjadi pada pertengahan abad ke-4 higga pertengahan abad ke-7 H. adapun peristiwa sejarah yang menandai diantaranya adalah :
a.       Penghimpunan ulumul hadith secara khusus dan diberi catatan dan penjelasan
b.      Pelopornya adalah Abu Muhammad Al-Hasan Al-Ramahurmuzi dengan menulis kitab yang diberi title al-muhaddis al-fashil bayn al-rawi wa al wa’i
Periode pematangan dan penyempurnaan terjadi pada pertengahan abad ke-7 H. dan berlangsung hingga abad ke-10 H. sedangkan peristiwa yang menandai diantaranya:
a.       Merupakan periode puncak ilmu hadith
b.      Diantara tokoh penggerak periode ini adalah Ibn Shalah yang menulis dalam salah satu kitabnya yang sangat monumental, ulum al-hadith yang kemudian popular yang lebih dikenal dengan nama muqaddimah ibn shalah
Periode statis ('ashr al rukud wa al- jumud). Periode yang berlangsung sejak abad ke-10 hingga pertengan abad ke-14, ini ditanda dengan peristiwa sejarah diantaranya :
a.       Terhentinya ijtihad dan perkembangan ilmu hadith
b.      Penyusunan ulang ulum al-hadits dalam bentuk ulasan dan komentar (syarah)




DAFTAR PUSTAKA

Al-Maliki, Muhammad Alawi. Al-Manhalu Al-Lathiifu Fi Ushulul Al-Hadisi Al-Syariifi, Terj. Adnan Qohar, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Al-Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar.
Al-Nawawi, Imam. Dasar-Dasar Ilmu Hadith, Jakarta : Pustaka Firdaus. 2001.
Anwar, Moh. Ilmu Mushthalah  Hadith. Surabaya :  Al-Ikhlas 1981
As-Sakhawiy.  Al-Mutakallimun Fi Al-Rijal. Kairo: Maktabah Al-Mathba’ah Al-Islamiyah, 1980.
Idris. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Media Group  2010.
Nuruddin. Ulum Al-Hadits. Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994.
Sahrani, Sohari. Ulumul Hadith. Bogor : Ghalia, 2010.
Soetari,Endang. Ilmu Hadith Kajian Riwayah & Dirayah. Bandung : Mimbar Pustaka 2008.
Solahudin, M. Agus. Ulumul Hadith, Bandung : Pustaka Setia.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadits. Malang : Uin-M;Aliki Press, 2010.
Sulaiman, Noor. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta ; Gaung Perada Press. 2008.



[1] Nuruddin, Ulum Al-Hadits (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 8.
[2] Sohari Sahrani, Ulumul Haditis (Bogor : Ghalia, 2010 ), hlm. 71-73.
[3] Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadith (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar), hlm.73.
[4] Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits (Malang : UIN –M;aliki Press,  2010), hlm.59-62.
[5] Idris, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Media Group  2010), hlm 5-7.
[6] Endang Soetari, Ilmu Hadith Kajian Riwayah & Dirayah  (Bandung : Mimbar Pustaka 2008), hlm. 22-23.
[7] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah  Hadits ( Surabaya :  Al-Ikhlas 1981), hlm.12.
[8] As-Sakhawiy, Al-Mutakallimun Fi Al-Rijal (Kairo: Maktabah Al-Mathba’ah Al-Islamiyah, 1980),  hlm. 17.
[9] M. Agus Solahudin, Ulumul Hadith( Bandung : Pustaka Setia), hlm. 109.
[10] Noor Sulaiman , Antologi Ilmu Hadits ( Jakarta ; Gaung Perada Press. 2008),  hlm. 98.
[11] Al-Maliki, Muhammad Alawi Al-Manhalu Al-Lathiifu Fi Ushulul Al-Hadisi Al-Syariifi, terj. Adnan Qohar, Ilmu Ushul Hadis, (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm..89.
[12] Sahrani Sohari, Ulumul Hadits (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 93-94
[13]Imam Al-Nawawi, Dasar-Dasar Ilmu Hadith,(Jakarta : Pustaka Firdaus 2001), hlm. 9-40.