Ilmu
Musthalahul Hadith
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata
Kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Dosen
Pengampu:
Aunur
Rafiq, Ph.D
oleh
UMI
FATMAYANTI
NIM.
14761018
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada nabi kita Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman kebodohan kepada zaman yang berisi ilmu
pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Penulis mengajukan makalah ini guna
menyelesaikan tugas mandiri yang di berikan oleh dosen mata kuliah Ilmu
Hadith, bapak Aunur Rafiq, Ph.D dan agar kalangan intelektual terutama
mahasiswa sebagai calon pengganti pemimpin bangsa di masa mendatang dapat
memahami hadith-hadith yang shahih dan kedudukannya dalam hukum sehingga
dapat menerapkan disekolah
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan pihak perpustakaan yang telah meminjamkan berbagai buku
mengenai tema yang penulis angkat sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan
pada waktunya.
Penulis juga mohon maaf kepada semua
pihak, apabila masih banyak terdapat kesalahan dalam penyelesaian makalah ini.
Karena penulis juga masih dalam proses belajar dan masih membutuhkan bimbingan
dalam penyelesaian makalah ini.
Kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Batu,
03 Juni 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar................................................................................................. i
Daftar
Isi........................................................................................................... ii
Bab
I : Pendahuluan........................................................................................ 1
A. Latar Belakang masalah........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
Bab
II : Pembahasan......................................................................................... 3
A. Pengertian Ilmu Musthalah Hadith....................................................... 3
1.
Ilmu Hadith Riwayah.................................................................. 4
2.
Ilmu Hadith Dirayah................................................................... 4
B. Periodesasi Perkembangan Ilmu Hadith............................................... 6
C. Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadith......................................................... 8
Bab
III: Penutup............................................................................................... 13
A. Kesimpulan........................................................................................... 14
Daftar
Pustaka ................................................................................................. 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mengamalkan hadith yang telah ada sejak masa Rasulullah
tidaklah mudah karena banyak usaha-usaha pemalsuan hadith yang dilakukan
dari masa ke masa demi untuk kepentingan pribadi kelompok atau untuk
menyesatkan umat islam sendiri. Ketika kita mengkaji suatu hadith maka
kita tak terlepas untuk mempertanyakan kedudukan hadith tersebut shahih
atau tidak, maqbul atau mardud,kita akan terdorong untuk
menemukan kedudukan hadith tersebut namun untuk mengetahui kedudukan
hadith tersebut diperlukan sebuah ilmu yang disebut dengan ilmu hadits
atau ilmu musthalah hadith.
Ilmu musthalah hadith atau
ilmu hadith sendiri telah muncul sejak adanya usaha pengumpulan hadits
oleh masing-masing penulis hadith dan telah melalui beberapa periode
hingga sekarang yang dilatar belakangi oleh adanya dorongan agama yang Allah
wajibkan untuk mentaati rasulnya, meskipun sekarang rasul tidak ada lagi kita
wajib mentaati rasul dengan cara mengamalkan dan mematuhi perintahnya yang
terdapat dalam hadith.
Seiring berjalannya waktu ilmu musthalah hadith telah
mengalami beberapa periode mulai pembentukan, pematangan, statis hingga
akhirnya bangkit kembali sampai sekarang ditandai dengan munculnya teori-teori
pendukung yang dibangun oleh orientalis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka penulis bermaksud untuk membahas berbagai masalah yang
tercantum dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan ilmu musthalah hadith?
2.
Bagaimanakah sejarah perkembangan ilmu musthalah hadith
yang meliputi;
a.
Periode penghimpunan
b.
Penyusunan secara menyeluruh
c.
Periode pematangan
d.
Penyempurnaan ulumul hadith
3.
Bagaimanakah perkembangan ulumul hadith pada periode statis?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah inif adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui ilmu musthalah hadith?
2.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu musthalah hadith
yang meliputi;
a.
Periode penghimpunan
b.
Penyusunan secara menyeluruh
c.
Periode pematangan
d.
Penyempurnaan ulumul hadith
3.
Bagaimanakah perkembangan ulumul hadith pada periode statis?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Musthalah Hadith
Sebelum kita mengetahui
pengertian ilmu musthalah hadith maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan
tentang pengertian ilmu hadith. ilmu hadith merupakan kata serapan dari
bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu “ilmu” dan “hadith”. Ilmu menurut
bahasa adalah memahami sesuatu yakni ilmu itu diungkapkan untuk memahami
totalitas berdasarkan dalil.
Hadith
menurut bahasa adalah sesuatu yang baru. Sedangkan menurut ulama hadith
adalah :
مَا
أُضِيْفُ اِلَى النَّبِي صَلَّى االلّهَ عَلَيْهِ وَسَلّم مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ
أَوْ تَقْرِيْرٍ أوْ وَصْفٍ خَلْقِيّ أَوْخُلُقِيّ
segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi saw. Baik ucapan
perbuatan, ketetapan, sifat diri, atau sifat pribadinya.[1]
secara terminologi ulama mutaqoddimin merumuskan bahwa ilmu
hadith adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara
persambungan hadith sampai kepada rasulullah saw dari segi hal
ihwal para perawinya yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dari
segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
‘Izz Ad-Din Bin Jama’ah mengatakan bahwa ilmu hadith ialah
ilmu yang membahas tentang ketentuan atau kaidah untuk mengetahui
menjadi pokok pembahasan dan ilmu ini ialah sanad dan matan.
Defenisi ilmu hadith seperti diatas dikemukakan oleh para
ulama mutaqaddim, yang pada perkembangan berikutnya menjadi defenisi
untuk salah satu bagian dari ilmu hadith. Hal ini seperti dikatakan As-Suyuti,
para ulama mutaakhirin memakai defenisi tersebut untuk defenisi ilmu
dirayah al-hadith (ilmu hadith dirayah) sebagai bagian hadith
(ilmu hadith riwayah). Pembagian ilmu hadith menjadi
bagian ini dikemukakan oleh para ulama mutaakhirin, dengan pembahasan
masing-masing seperti berikut ini:
1. Ilmu Hadith
Riwayah
Kata
riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadith riwayah
artinya ilmu hadith berupa periwayaatan. Secara terminologi yang
dimaksud ilmu hadith riwayah adalah
عِلْمُ
الْحَدِيْثُ الْخَاصُ بِاالرِّواَيَةِ عِلْمٌ يَشْتَمِلُ عَلَى نَقْلِ أقْوَالِ
النّبِى صَلَّى اللّهِ وَسَلَّمَ وَافْعالِهِ وَرِوَيَتِه وَضَبْتِه وَتَحْرِيْرِ
الْفاظِهِ
Ilmu yang khusus
berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan nabi saw dan perbuatannya dan penguraian
lafalnya.
Defenisi
diatas mengacu pada rumusan hadith scara luas, sedangkan defenisi yang
mengacu pada rumusan hadith yang terbatas atau sempit, maka defenisinya
ialah ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada nabi saw.
Semata.
Yang
menjadi objek kajian ilmu hadith ini ialah membicarakan bagaimana cara
menerima, menyampaikan kepada orang lain memindahkan dan mentadwikan hadith.
Dalam menyampaikan dan membukakan hadith hanya disebutkan apa adanya,
baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak
membicarakan hadith dari segi kualitasnya seperti tentang adalah
(keadilan) sanad syadz (kejanggalan) dan illat (kecacatan) matan.
Adapun
kegunaan mempelajari ilmu hadith ini adalah untuk menghindari adanya
penukilan yang salah dari yang beredar pada umat islam bisa jadi bukan hanya
dari hadith melainkan juga ada berita berita lain yang sumbernya dari
nabi atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
2. Ilmu Hadith
Dirayah
Istilah
ilmu al-hadith atau disebut juga ilmu hadith dirayah al-hadith
menurut As-Suyuthi, muncul setelah masa Al-Khathib Al-Bagdadi yaitu masa Ibnu
Al-Akfani ilmu ini dikenal juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadith, ulama
al-hadith, musthalah al-hadith dan qawa’id at-tahdith, bahkan
ada yang menyebutnya dengan ilmu musthalah ahli a’tsar seperti dikatakan
oleh Ibnu Hajar Al Asqalani.
Dalam bahasa Indonesia istilah yang
sudah baku ialah “ilmu hadith” istilah ini meskipun dengan memakai
sebutan ilmu tunggal, akan tetapi dimaksudkan didalamya mencakup semua materi
yang terkait tentu saja ilmu hadith riwayah tidak termasuk kedalamnya.
Karena pembahasan tentang hadith (sebagai materi dari ilmu hadith
riwayah ) sudah mempunyai sebutan tersendiri secara terpisah
Secara
terminologi yang dimaksud denagn ilmu hadith dirayah sebagaimana
yang didefenisikan oleh Muhammad Mahfuzh At-Tirmizi ialah
قَوَانِيْنٌ يَدْرِبِها أحْوَالُ
السَّنَدِ وَالْمَتَنَ
Undang-undang
atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan.
Yang
terkandung dalam pengertian diatas ialah segala ketentuan baik yang berkaitan
dengan kualitas kesahihannya (shahih,hasan, dan dhoifnya hadit)
sandarannya (marfu’,mauquf,dan maqthu’nya) serta menerima dan meriwayatkannya,
maupun sifat-sifat dan mendefenisikan dengan ilmu pengetahuan untuk mengetahui
hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk
mengetahui keadaan perawinya baik syarat-syaratnya, macam-macam hadith
yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.[2]
Ilmu hadith dirayah
adalah seperangkat kaidah yang digunakan untuk mengetahui hal ihwal sanad,
matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan
lain-lain. Objek dari hadits ilmu dirayah ini adalah perilaku perawi dan
keadaan sesuatu diriwayatkan (sanad dan matan). Ilmu hadits
dirayah ini juga bertujuan untuk melakukan standarisasi dan menetapkan
diterima (maqbul) atau ditolaknya (mardud) suatu hadits
untuk kemudian diambil yang maqbul dan meninggalkan yang mardud. Ilmu
ini dalam perkembangannya mempunyai beberapa nama diantaranya yang paling popular adalah ilmu
musthalahal hadith Dalam perkembangannya ilmu inilah yang kemudian disebut ilmu
hadith.
Para
ulama hadith menamakan ilmu hadith dirayah ini dengan sebutan musthalah
hadith,ulumul hadith dan ushulul hadith, itu karena dengan
memperhatikan ilmu hadith dirayah ini dapat membuahkan beberapa ilmu.[3]
Berdasarkan
keterangan-keterangan tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa antara pengertian
musthalah al-hadits dengan ilmu hadits adalah sama. Yakni
digunakan untuk menamakan ilmu hadith dirayah, hanya dalam penggunaan penyebutannya
atau penamaannya saja yang berbeda dikalangan ulama.
B.
Periodesasi Perkembangan Ilmu Hadith
Sejarah
dan perkembangan ilmu hadith setidaknya dapat diklasifikasikan menjadi
tujuh periodesasi yang dalam masing-masing periode tersebut ditandai dengan
peristiwa tertentu. Menurut tim penyusun ulumul hadits periodesasi
dimaksud adalah:
1.
Periode pembentukan (dawr al-nusyu’) periode ini bermula
dari era sahabat hingga akhir abat ke -1 H. Adapun peristiwa sejarah yang
menandai periode awal ini adalah seebagai berikut :
a.
Mulai dilakukan standarisasi metode periwayatan hadits
b.
Berkembangnya penelitian sanad dan rijal al-hadith seperti
dilakukan oleh Ibn Abbas dan Anas Bin Malik, dari kalangan sahabat Sa’id Ibn
Musayyab Al-Sya’bi dan Ibn Sirin dari kalangan tabiin
c.
Berkembang upaya-upaya pemalsuan hadits
d.
Muncul beragam istilah hadits seperti marfuk, mauquf mursal maqthu dan
sebagainya
2.
Periode penyempurnaan (dawr al-takamul) periode ini bermula
dari abad ke-2 hingga awal abad ke-3 H. Adapun peristiwa yang menandai periode
ini diantaranya adalah :
a.
Terjadinya penghimpunan hadith dan tumbuhnya beragam cabang ilmu
hadith
b.
Semakin berkembangnya penelitian hadith
c.
Munculmya penulisan berbagai kaidah
ulumul al-hadits namun belum scara khusus pada kitab ulum al-hadith
3.
Periode penghimpuan ulumul hadith
Periode ini terjadi pada abad ke-3 H. hingga pertengahan abad ke-4
H. Adapun peristiwa sejarah yang menandai periode ini adalah
a.
Mulai ada upaya penghimpunan hadith-hadith shahih
b.
Sejumlah cabang ilmu hadith menjadi bidang- bidang disiplin
pengetahuan yang mandiri
c.
Penghimpunan cabang ilmu hadith secara terpisah seperti ‘ilm
’ilal al-hadits dan ‘ilm tarikh rijal al-hadith
4.
Periode penyusunan dan penghimpunan ilmu mustahalah al-hadith
kedalam kitab-kitab khusus periode ini terjadi pada pertengahan abad ke-4 higga
pertengahan abad ke-7 H. adapun peristiwa sejarah yang menandai diantaranya
adalah :
a.
Penghimpunan ulumul hadith secara khusus dan diberi catatan
dan penjelasan
b.
Pelopornya adalah Abu Muhammad Al-Hasan Al-Ramahurmuzi dengan
menulis kitab yang diberi title al-muhaddis al-fashil bayn al-rawi wa al
wa’i
5.
Periode pematangan dan penyempurnaan
Periode ini terjadi pada pertengahan abad ke-7 H. dan berlangsung
hingga abad ke-10 H. sedangkan peristiwa yang menandai diantaranya:
a.
Merupakan periode puncak ilmu hadith
b.
Diantara tokoh penggerak periode ini adalah Ibn Shalah yang menulis
dalam salah satu kitabnya yang sangat monumental, ulum al-hadith yang
kemudian popular yang lebih dikenal dengan nama muqaddimah ibn shalah
6.
Periode statis ('ashr al rukud wa al- jumud). Periode
yang berlangsung sejak abad ke-10 hingga pertengan abad ke-14, ini ditanda
dengan peristiwa sejarah diantaranya :
a.
Terhentinya ijtihad dan perkembangan ilmu hadith
b.
Penyusunan ulang ulum al-hadits dalam bentuk ulasan dan
komentar (syarah)
7.
Periode kebangkitan kembali
Periode ini terjadi pada pertengahan abad ke 14 H hingga sekarang,
diantaranya ditandai dengan hal-hal berikut:
a.
Munculnya sejumlah orientalis yang memiliki concern terhadap
hadith dengan membangun teori-teori yang mendukungnya
b.
Adanya berbagai pembelaan para ulama hadith atas upaya-upaya
dekonstruksi hadith yang telah dilakukan oleh para orientalis
melalui teori-teori yang dibangunnya
c.
Munculnya beragam kajian dan studi melalui berbagai
pendekatan, baik pendekatan yang berasal dari ilmu hadits secara genuine
maupun pendekatan yang berasal dari disiplin keilmuan diluar ilmu
hadits, terutama pendekatan ilmu-ilmu modern yang digunakan untuk memahami
makna hadits sehingga diharapkan mampu menjelaskan dan mendialogkan hadits
dengan persoalan yang terjadi diera modern.[4]
C.
Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadith
1.
Hadith
Hadith
menurut bahasa adalah sesuatu yang baharu, Sesuatu yang baru terjadi dan juga
berarti berita, sebagian ulama hadith berpendapat bahwa hadith
hanya terbatas pada perkataan, perbuatan saja sedang persetujuan tidak termasuk
hadith karena keduanya merupakan ucapan dan perbuatan sahabat. menurut ulama ushul fiqh hadith
mereka adalah sunnah qawliyah dan digunakan untuk Sesuatu yang disandarkan kepada
Alah yang dikenal dengan hadith qudsi
2.
Sunnah
Sunnah menurut ulama hadith sangat luas mencakup segala
aspek kehidupan nabi semejak lahir hingga wafat, setelah diangkat menjadi nabi maupun
sebelum dan mengandung hukum syara’ maupun tidak
3.
Khabar
Khabar adalah
segala sesuatu yang berasal dari bukan nabi
4.
Atsar
Atsar menurut ulama digunakan untuk menujukkan hadith yang
berasal dari nabi (marfu’), sahabat (mawaquf), dan tabiin (maqhtu)[5]
5.
Rawi
Ialah subyek periwayatan,
rawi atau yang meriwayatkan hadith, yakni orang yang menerima,
memelihara dan menyampaikan hadith dengan menyertakan sandaran
periwayatan
6.
Sanad
Sanad
atau thariq ialah jalan yang menghubungkan matan hadith kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW. Sanad ialah sandaran hadith
yakni referensi atau sumber yang memberitakan hadith, yakni rangkaian
para perawi keseluruhan yang meriwayatkan suatu hadith. Contohnya untuk hadith
yang tercantum pada kitab sahih muslim, sanad (sandaran) bagi muslim
adalah gurunya (syaikh) sanad bagi gurunya adalah gurunya pula, begitu
selanjutnya sampai kepada sahabat sebagai sanad terakhir dan merupakan
rawi pertama atau asal sanad. Jadi sanad adalah rangkaian para
rawi yang menjadi sumber pemberitaan hadith
7.
Matan
Matan ialah rangkaian berita yakni lafadz (teks) hadithnya
berupa perkataan perbuatan atau taqrir baik yang diidofakan
kepada nabi SAW, sahabat atau tabi’in yang letaknya pada penghujung hadith
suatu sanad.[6]
8.
Al-Hafidzh
Ialah orang
yang hafal 100.000 hadith.
9.
Al-Hujjah
Ialah orang yang hafal 300.000 hadith beserta sanad-sanadnya.
10.
Al-Muhaddith
Ialah orang yang hafal banyak sekali hadith dan ilmu tentang
adil serta cacatnya perawi.
11.
Al-Hakim
Ialah orang yang meliputi segala hadith beserta ilmu-ilmunya.[7]
12.
Dhabit
Dhabit ialah orang yang mendengarkan riwayat sebagaimana seharusnya, dia
memahaminya dengan pemahaman yang mendetail kemudian dia menghafalnya dengan
sempurna, dan dia meyakini kemampuan yang demikian itu, sedikitnya mulai dari
saat mendengar riwayat itu sampai dia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain.[8]
13.
Tsiqah
Tsiqah yakni sifat yang dapat di percaya yang harus dimiliki oleh seorang
perawi.[9]
14.
Mukharrij
Mukharrij ialah orang yang menukil/mencatat hadith pada kitanya
15.
Shahih
Shahih berarti benar, sah, sempurna tiada celanya yang memiliki
syarat-syarat; sanadnya bersambung, perawinya bersifat adil,
periwayatannya bersifat dhabit tidak syadz, dan tidak berillat.
16.
Adil
Adil berarti lurus, tidak memihak, tidak zalim, tidak menyimpang, tulus
dan jujur tingkah lakunya. Yang dimaksud dengan perawi yang adil ialah
selain islam dan baligh perawi juga harus
memenuhi syarat diantaranya; senantiasa melaksanakan perintah agama, dan
meninggalkan semua larangan agama, senantiasa menjauhi perbuatan dosa kecil dan
senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai muruah.
17.
Syadz (janggal)
Syadz
adalah hadith yang matannya bertentangan dengan hadith
yang lain yang lebih kuat atau lebih tsiqah.
18.
Illat (cacat)
Illat
berarti suatu sebab tersembunyi atau samar-samar yang karenanya dapat merusak
kesahihan hadith tersebut.[10]
19.
Mutawatir
Menurut etimologi berarti “beriring-iringan.”
Sedang hadith mutawatir menurut terminologi ialah hadith yang
diriwayatkan oleh segolongan rawi banyak, di mana materi hadith tersebut
bersifat inderawi, yang menurut pertimbangan rasio, mereka mustahil melakukan
konspirasi kebohongan, dan adanya segolongan rawi banyak itu terdapat di dalam
semua thabaqahnya, jika terdiri dari beberapa thabaqah.[11]
20.
Hadith Ahad
Abdul Wahab Khallaf menyebutkan
bahwa hadith ahad adalah hadith yang diriwayatkan oleh
satu, dua orang, atau sejumlah orang, tetapi jumlahnya tidak mencapai jumlah
perawi hadith mutawatir
21.
Hadith Masyhur
Hadith
masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ (sesuatu yang sudah
tersebar dan populer). Menurut istilah, dalam buku ulumul hadis disebutkan
bahwa hadith yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi
bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir[12]
22.
Hadith Shahih
Hadith shahih ialah hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada nabi
Muhammad SAW, melalui rawi-rawi dengan karakteristik moral yang baik dan
tingkat kapasitas intelektualnya tinggi tanpa ada kejanggalan dan cacat baik
dalam matan maupun sanadnya
23.
Hadith Hasan
Hadith hasan yakni hadith yang telah diketahui sumbernya dan
rawinya terkenal
24.
Hadith dhoif
Hadith dhoif adalah hadith yang tidak memenuhi kualifikasi hadith
shahih maupun hasan
25.
Hadith Musnad
Hadith musnad yakni hadith yang sanadnya bersambung dari rawinya hingga
akhir sanadnya
26.
Hadith Muttasil
Hadith muttasil ialah hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada
nabi Muhammad saw baik hadith itu marfu’ kepada nabi maupun mauquf
kepada selain nabi
27.
Hadith Marfu’
Hadith marfu’ adalah hadith yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW
28.
Hadith Mauquf
Hadith mauquf yakni hadith yang
diriwayatkan dari seorang sahabat baik
berbentuk ucapan perilaku atau yang sejenisnya dari mereka
29.
Hadith Maqtu’
Hadith maqtu’ ialah hadith yang dimauqufkan pada seorang tabiin
baik yang berupa ucapan maupun yang berbentuk tindakan
30.
Hadith Mursal
Hadith mursal yakni komentar seorang tabi’in senior yang disebutkan
tabiin dalam komentarnya
31.
Hadith Mu’dlal
Hadith mu’dlal yakni hadith yang dua rawi atau lebih gugur dalam sanadnya
32.
Tadlis
Tadlis ialah seorang rawi meriwayatkan sebuah hadith yang tidak
pernah diterimanya dari rawi lain yang semasa dengannya
33.
Hadith Munkar
Hadith mungkar yakni sebagai hadith tunggal yang matanya tidak diketahui
dari jalur lain selain dari jalur rawi hadith itu sendiri
34.
Hadith Mu’alal
Hadith mu’alal
merupakan kesalahan pengucapan. Hanya mereka yang punya daya hafal yang tinggi,
pengalaman, dan pemahaman mendalam yang bisa mengkaji dengan baik pembahasan
ini
35.
Hadith Mudltharib
Hadith
mudltharib ialah hadith
yang diriwayatkan dengan beberapa redaksi yang berbeda namun masing-masing
redaksinya mempunyai kemiripan satu sama lain
36.
Hadith Maudlu’
Hadith maudlu’ adalah hadith bikinan yang dibuat orang lain selain nabi dan
merupakan bentuk hadith dhof yang terburuk[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Para ulama hadith
tidak membedakan antara pengertian ilmu hadth dan musthalah al-hadith
yakni pada intinya adalah ilmu yang membahas tentang Undang-undang atau
kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan.maksudnya ialah segala ketentuan
baik yang berkaitan dengan kualitas kesahihannya (shahih, hasan, dan
dhoifnya hadith) sandarannya (marfu’, mauquf, dan maqthu’nya) serta
menerima dan meriwayatkannya, maupun sifat-sifat dan mendefenisikan dengan ilmu
pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan perawinya baik
syarat-syaratnya, macam-macam hadith yang diriwayatkan dan segala yang
berkaitan dengannya.
Tujuan mempelajari ilmu musthalah hadith atau ilmu hadith
ialah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan matan serta penentuan
standarisasi diterima atau tidaknya hadith tersebut
Periodesasi
Perkembangan Ilmu Hadith
1.
Periode pembentukan (dawr al-nusyu’)
2.
Periode penyempurnaan
3.
Periode penghimpuan ulumul hadith
4.
Periode penyusunan dan penghimpunan ilmu mustahalah al-hadith
kedalam kitab-kitab khusus
5.
Periode pematangan dan penyempurnaan
6.
Periode statis ('ashr al rukud wa al- jumud).
7.
Periode kebangkitan kembali
Periode penghimpuan ulumul hadith ini terjadi pada abad ke-3
H. hingga pertengahan abad ke-4 H. Adapun peristiwa sejarah yang menandai
periode ini adalah;
a.
Mulai ada upaya penghimpunan hadith-hadith shahih
b.
Sejumlah cabang ilmu hadith menjadi bidang- bidang disiplin
pengetahuan yang mandiri
c.
Penghimpunan cabang ilmu hadith secara terpisah seperti ‘ilm
’ilal al-hadits dan ‘ilm tarikh rijal al-hadith
Periode penyusunan dan penghimpunan ilmu mustahalah al-hadith
kedalam kitab-kitab khusus terjadi pada pertengahan abad ke-4 higga pertengahan
abad ke-7 H. adapun peristiwa sejarah yang menandai diantaranya adalah :
a.
Penghimpunan ulumul hadith secara khusus dan diberi catatan dan
penjelasan
b.
Pelopornya adalah Abu Muhammad Al-Hasan Al-Ramahurmuzi dengan
menulis kitab yang diberi title al-muhaddis al-fashil bayn al-rawi wa al
wa’i
Periode pematangan dan penyempurnaan terjadi pada pertengahan abad
ke-7 H. dan berlangsung hingga abad ke-10 H. sedangkan peristiwa yang menandai
diantaranya:
a.
Merupakan periode puncak ilmu hadith
b.
Diantara tokoh penggerak periode ini adalah Ibn Shalah yang menulis
dalam salah satu kitabnya yang sangat monumental, ulum al-hadith yang
kemudian popular yang lebih dikenal dengan nama muqaddimah ibn shalah
Periode statis
('ashr al rukud wa al- jumud). Periode yang berlangsung sejak abad ke-10
hingga pertengan abad ke-14, ini ditanda dengan peristiwa sejarah diantaranya :
a.
Terhentinya ijtihad dan perkembangan ilmu hadith
b.
Penyusunan ulang ulum al-hadits dalam bentuk ulasan dan komentar (syarah)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maliki, Muhammad Alawi. Al-Manhalu
Al-Lathiifu Fi Ushulul Al-Hadisi Al-Syariifi, Terj. Adnan Qohar, Ilmu
Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Al-Qaththan, Manna’. Pengantar
Studi Ilmu Hadits. Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar.
Al-Nawawi, Imam. Dasar-Dasar Ilmu Hadith, Jakarta : Pustaka
Firdaus. 2001.
Anwar, Moh. Ilmu Mushthalah Hadith. Surabaya : Al-Ikhlas 1981
As-Sakhawiy. Al-Mutakallimun Fi Al-Rijal. Kairo:
Maktabah Al-Mathba’ah Al-Islamiyah, 1980.
Idris. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Media Group 2010.
Nuruddin. Ulum Al-Hadits. Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994.
Sahrani, Sohari. Ulumul Hadith. Bogor : Ghalia, 2010.
Soetari,Endang.
Ilmu Hadith Kajian Riwayah & Dirayah. Bandung : Mimbar Pustaka 2008.
Solahudin, M.
Agus. Ulumul Hadith, Bandung : Pustaka Setia.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadits. Malang : Uin-M;Aliki
Press, 2010.
Sulaiman, Noor. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta ; Gaung Perada
Press. 2008.
[6] Endang
Soetari, Ilmu Hadith Kajian Riwayah & Dirayah (Bandung : Mimbar Pustaka 2008), hlm. 22-23.
[7] Moh.
Anwar, Ilmu Mushthalah Hadits ( Surabaya
: Al-Ikhlas 1981), hlm.12.
[8] As-Sakhawiy,
Al-Mutakallimun Fi Al-Rijal (Kairo: Maktabah Al-Mathba’ah Al-Islamiyah,
1980), hlm. 17.
[9] M.
Agus Solahudin, Ulumul Hadith( Bandung : Pustaka Setia), hlm. 109.
[10] Noor
Sulaiman , Antologi Ilmu Hadits ( Jakarta ; Gaung Perada Press. 2008), hlm. 98.
[11] Al-Maliki,
Muhammad Alawi Al-Manhalu Al-Lathiifu Fi Ushulul Al-Hadisi Al-Syariifi,
terj. Adnan Qohar, Ilmu Ushul Hadis, (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm..89.
[12] Sahrani
Sohari, Ulumul Hadits (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 93-94
[13]Imam
Al-Nawawi, Dasar-Dasar Ilmu Hadith,(Jakarta : Pustaka Firdaus 2001), hlm.
9-40.